Minggu, 10 Mei 2009

Pamuka


Berawal dari kecintaan terhadap kesenian tradisional yang kian hari semakin jarang kita temukan. Salah satu penyebabnya yaitu mahalnya ruang-ruang publik seni, ekslusifitas kesenian menjadi penyebab sempitnya ruang kesenian bagi para pengkarya di nusantara. Jalur pengembangan kesenian larut dalam wilayah-wilayah tak pasti, pada akhirnya menyebabkan hilang satu bentuk kekaryaan.

Bagaimana mungkin anak cucu kita bisa mengetahui eloknya kesenian yang kita miliki bila satu persatu hilang karena arus modernisasi.

Laju jaman tak bisa kita hindari, perkembangan seni melaju dengan cepatnya, budaya asing berkembang biak tak terkendali melumpuhkan sendi-sendi tradisi. Akhirnya budaya asinglah yang bercokol, sementara identitas seni tradisi mulai dilupakan dan menghilang.

Perlu ada sebuah ruang publik yang bisa menjadi ruang budaya yang mampu mengingatkan kembali bahwa betapa kayanya kesenian kita. Namun keinginan hanyalah akan menjadi obrolan di meja makan bila tak ada wujud serta tindakan yang konkrit dalam menyikapi keadaan seperti ini. Masyarakat akan semakin terpuruk dan tak mengenali identitas kesenian negerinya.

Harus ada solusi menyikapi keadaan seperti ini, maka kehadiran sebuah ruang publik yang bisa menjadi central lintas informasi kesenian daerah, sangat penting adanya. Masyarakat akan lebih mudah mendapatkan informasi, kemudian para pengkarya akan semakin mudah mengembangkan keseniannya.

“Wadah seni tradisi” menjadi jawaban kegelisahan kita. Central kesenian tradisi yang dibuat sedemikian rupa untuk dijadikan pusat informasi, pengembangan kesenian daerah.

Ruang independent bersifat konservatif serta inovatif yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai media produksi dalam peningkatan nilai-nilai luhur kesenian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar